Postingan

Ketika Saya Bingung : Mana yang Lebih Dulu, Adab atau Ilmu?

Gambar
     Latar belakang keresahan saya bermula dari satu hal yang agak mengganjal di hati: kok bisa, ya, ada orang yang percaya begitu saja pada seseorang yang mengaku nabi? Atau bahkan rela mencium kaki dan meminum air bekas seorang kiai—bahkan tisu bekas keringatnya pun sampai jadi rebutan.      Awalnya saya hanya geleng-geleng kepala. Tapi lama-lama, ini bukan sekadar fenomena aneh. Ini menyimpan sesuatu yang dalam: sebuah pola pikir.      Saya mulai berpikir: barangkali mereka begitu karena terlalu mendahulukan adab, tapi melupakan timbangan ilmu. Mereka hormat, iya. Tapi tanpa nalar kritis dan dasar syar'i yang kokoh. Dan ternyata, tidak sedikit ulama pun yang menekankan bahwa adab itu nomor satu. Bahkan ada yang berkata, “Adab sebelum ilmu.”      Tapi di sisi lain, saya juga dibuat heran oleh mereka yang mendewakan ilmu. Yang terlihat cerdas, punya segudang gelar, hafal banyak dalil... tapi justru berani melakukan korupsi,...

AI dan Teman Curhat Virtual : Beneran Ngebantu atau Malah Bikin Kita Kesepian?

Gambar
       Pekan lalu , saya sempat belajar di Rumah Belajar Shofiya tentang dampak AI dalam kehidupan sehari-hari . Materi yang awalnya saya pikir akan penuh istilah teknis ternyata malah membuka mata saya akan banyak hal — terutama soal bagaimana AI makin dekat dalam hidup kita , bahkan dalam hal yang sangat personal: curhat .   Iya, kamu nggak salah baca . Curhat .   Hari gini , bukan hal aneh lagi kalau ada orang bilang , “ Aku barusan curhat ke ChatGPT ,” atau “ Gue nanya ke AI, enaknya ngadepin masalah ini gimana ? ” Bahkan saya sendiri , kadang suka ngetik panjang lebar tentang keresahan hidup — lalu minta pendapat dari si asisten pintar digital ini .   Lalu muncul satu pertanyaan yang cukup penting :   Apakah curhat ke AI itu membuat kita lebih sehat secara emosional ? Atau justru menjauhkan kita dari manusia lain?   AI: Bukan Pengganti , Tapi Pembantu ...